#SelfControl: My friends=troublemaker???


Akhir-akhir ini, istilah self love menjadi salah satu istilah yang populer di sekitar kita.
Meskipun bukan isu yang baru, tapi gue pribadi merasa saat ini banyak orang (yang berada di lingkaran pertemanan gue LoL) mulai aware tentang pentingnya mencintai diri sendiri.
Pastinya, mencintai diri sendiri dalam konsep ini bukan berarti egois atau memandang rendah orang lain. Lebih dari itu, self love punya makna yang lebih dalam, yaitu  pengenalan dan penerimaan diri.
Kenapa gue bisa bilang mencintai diri=penerimaan diri, logikanya ketika kita mencintai seseorang pastinya kita udah siap menerima semua kelebihan dan kekurangan orang itu. Apa adanya. 
Dan sebelum kita bisa menerima kekurangan atau kelebihan orang lain, kita harus sadar dulu apa kekurangan dan kelebihan kita. 
Sejatinya, kalo seseorang udah bisa memahami siapa dia, dan posisi dia saat ini, akan lebih mudah buat dia dalam berinteraksi dengan orang lain dan mengontrol diri dalam berbagai situasi.

Yes. Kontrol diri. Beberapa bulan terakhir, gue mengalami berbagai dinamika dalam kehidupan sosial gue, khususnya dalam pertemanan di organisasi. 
Semakin sering gue bersosialisasi, ketemu orang baru, bertukar pikiran, mengamati pola pertemanan gue maupun orang lain, gue mulai sadar ternyata masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam diri gue sendiri, khususnya dalam hal kontrol diri.
Gue, bahkan mungkin kita, sering dihadapkan dalam suatu masalah yang bisa dibilang "biang keroknya" adalah temen kita sendiri. Mungkin kita juga sering berada dalam situasi sulit yang membuat kita seolah-olah jadi "korban" dari kesalahan orang lain.
Kalo udah kayak gitu, respon gue?
Kesel? pasti.
Marah? Oh, jangan ditanya.

Tapi, semakin sering gue dihadapkan dengan keadaan seperti itu dan semakin sering gue merasakan emosi yang sama, lambat laun gue jadi ngerasa cape sendiri. Gue mulai sadar kalo kemarahan gue, itu enggak akan ada untungnya buat gue sendiri. Dan gaada untungnya juga buat orang yang gue marahin, iya kalo dia ngerasa dia salah, kalo engga? Itu hanya akan merusak hubungan kita sama orang tersebut. 
Suatu ketika, gue juga pernah berada di posisi sebagai "biang kerok masalah" tersebut. 
Rasanya? Ya gak enak. Banyak temen gue yang bete sama gue. Padahal gue bahkan belum cerita apa alasan gue dan kenapa gue bisa menimbulkan masalah tersebut. Dari situ, gue mulai belajar kalo ternyata selama ini gue, atau bahkan kita semua, hidup di lingkungan yang "harus selalu mencari tau siapa yang salah, bukan apa yang salah". Karena pola pikir itu, gue -tanpa sadar- jadi sering nge-judge orang, tanpa fact finding terlebih dulu tentang apa yang sebenarnya terjadi. 
Kenapa? Ya, karena gue butuh orang untuk gue salahkan dan melampiaskan "emosi" gue. 

Sebenernya budaya "mencari siapa yang salah" itu emang sulit banget dihilangkan. 
Bukan bermaksud membela diri, pola pikir itu bisa terbentuk karena kebiasaan dan pengaruh lingkungan, right
Tapi biarpun sulit dihilangkan, bukan berati enggak bisa dihilangkan. Hal ini yang mulai coba gue terapkan di kehidupan sosial gue, baik sama temen, keluarga, sampe ke orang yang ga gue kenal sekalipun. Gue mencoba untuk menjadi orang yang lebih "membuka mata, hati, dan telinga" pada keadaan sekitar. Gue jadi berusaha untuk ga terburu-buru nge-judge si A salah, atau si B kerjanya gak bener. Gue yakin pasti ada alasan yang membuat mereka bisa melakukan kesalahan tersebut. Daripada kita sibuk menghabiskan tenaga untuk emosi yang sia-sia, mending coba duduk dan kasih tau mereka dimana salahnya, dan apa solusinya. As simple as that. 
Hasilnya? 
Emosi kita engga kebuang sia-sia, tenaga tetep aman, hubungan lo sama temen lo tetep baik-baik aja, dan yang paling penting, temen lo jadi tau kesalahannya dimana dan bisa jadi evaluasi untuk engga ngulangin kesalahan yang sama di lain waktu. 
Gue jadi belajar hal baru, kalau gak semua hal bisa kita generalisasi, termasuk perlakuan kita ke orang lain. Men, manusia itu kompleks dan punya karakter masing-masing. Enggak kayak penelitian kuantitatif, yang hasilnya bisa digeneralisasikan #halah. Kita-lah yang harus memahami kondisi dan karakter temen kita sendiri. Kita gak bisa kasih perlakuan yang sama ke semua temen kita, dengan menggadang-gadang konsep self love "kan gue harus cinta sama diri gue sendiri, ngapain gue harus ngertiin mereka juga?".
HM...

Intinya, mencintai diri sendiri itu kompleks banget definisinya. Tapi salah satu caranya adalah dengan menjaga hubungan sosial kita dengan orang lain, supaya kita enggak ribut atau berantem hanya karena kita belum bisa mengontrol diri. Bukan orang lain aja yang harus mengerti kamu, tapi kamu pun harus mengerti keadaan orang lain. 
Semangat!

Comments

Popular posts from this blog

First Timer in: #Jogja

We Meet Each Other By A Reason

Apakah negatif = buruk (?)