Tentang Mager dan Bedroom Culture

Mager alias males gerak itu emang udah jadi cobaan terberat ketika banyak hal yang harus diselesaikan di saat itu. Apalagi sejak jadi mahasiswa apalagi jadi anak kost, otomatis tingkat kemageran gue bertambah berkali lipat karena semua hal yang akan gue lakukan di hari itu akan sepenuhnya berjalan "sesuai mau gue" tanpa ada yang nyuruh atau ngingetin.
Tapi, beberapa bulan belakangan ini gue berusaha melatih diri menjadi orang yang lebih produktif. Selain karena kesibukan yang meningkat, gue menemukan suatu artikel menginformasikan berdasarkan data dari European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC) pada tahun 2008, menunjukkan bahwa kebiasaan malas gerak menyebabkan peningkatan jumlah kematian menjadi dua kali lebih banyak. Hm. Wajar sih, karena ketika kita mager aktivitas tubuh jadi berkurang apalagi aktivitas berolahrga sehingga jadi berpotensi mengalami penyakit obesitas.
Selain itu, dampak buruk dari kemageran itu sendiri ya pastinya kita buang-buang waktu. Seseorang yang terus menerus merasa mager, bisa jadi disebabkan minimnya kesadaran kalau yang namanya "waktu" itu adalah sesuatu yang penting.
Minimnya kesadaran ini sih yang menurut gue jadi akar dari kemageran khususnya yang dialami oleh generasi muda. Simpelnya, kalau kita tahu buang-buang waktu itu adalah kesalahan, pasti kita enggak bakal mau melakukan itu kan?

Yang akan gue soroti disini adalah kemungkinan dari kebiasaan males gerak yang menjadi awal dari munculnya bedroom culture, yang belakangan ini mencuat di kalangan generasi milenial.
Dimana sebagian besar aktivitas pribadi dilakukan di tempat tidur, ditunjang dengan kemudahan teknologi sekarang ini. Jadi seolah-olah tidak ada hal yang menuntut seseorang harus banget beranjak dari kamar tidurnya karena semuanya bisa diakses dari kamar tidur.
Isu ini udah jadi perhatian di negara-negara barat dan gue menemukan udah ada beberapa artikel ilmiah yang membas tentang bedroom culture. Hal ini mungkin dikarenakan secara umum banyak dampak negatif dari bedroom culture. Mulai dari meningkatnya individualisme dan potensi anti sosial semakin besar karena ruang lingkupnya ya hanya di kamar aja.
Bahkan, bedroom culture bisa membuat isu baru "living together separately" antara anggota keluarga yang tinggal di satu rumah. Yang jauh terasa dekat, yang dekat terasa makin jauh.

Tapi menurut gue pribadi, terlepas dari kita sedang mengalami males gerak atau bahkan turut mengalami bedroom culture ini, sebenarnya yang harus diantisipasi adalah pemahaman kita (terutama sebagai generasi muda) sampai sejauh mana kebiasaan kita ini dapat berdampak negatif untuk kehidupan kita ke depannya.
Kemageran itu sesuatu yang wajar menurut gue karena setiap orang butuh rehat sejenak ketika merasa jenuh. Dan lama waktu serta jenis rehat yang dibutuhkan tiap orang itu kan berbeda. 
Selama kita tidak terus-terusan merasa mager secara berlebihan, sama sekali engga salah kalau kita memilih "rehat sejenak" dengan bermager-mager di kamar atau di tempat tidur. Dan jangan serta merta kita men-judge orang yang sering banget berada di kamar tidurnya itu sebagai orang yang anti sosial. Karena hal ini sama sekali tidak akurat untuk dijadikan indikator apakah seseorang bisa bergaul dengan mudah atau tidak. 
Karena setiap orang pasti mempunyai alasan kenapa dia memilih kamar tidur sebagai "area" mengekspresikan kemagerannya dan dengan berbagai media sosial yang ada saat ini, interaksi sosial dapat tetap dilakukan meskipun dari kamar tidur. 
Entah karena ketidaknyamanan dengan lingkungan sosial dan keluarganya atau sekedar perasaaan nyaman ketika berada di kamar pribadinya.
Yang terpenting, sebelum kita ingin bermager-mager, pastikan kalau kemageran kita itu tidak berdampak negatif ke orang lain. Selesaikan dulu tanggung jawab yang harus kita kerjakan, baru deh kita boleh "males gerak.
Asal jangan sering-sering ya.


Referensi:
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/bahaya-malas-gerak/
http://eprints.lse.ac.uk/2772/1/From_family_television_to_bedroom_culture_%28LSERO%29.pdf

Comments

Popular posts from this blog

First Timer in: #Jogja

We Meet Each Other By A Reason

Apakah negatif = buruk (?)