#MentalBreakdownSharing: Bad sides of social media

Di zaman serba digital saat ini, bisa dibilang siapa sih yang belum punya media sosial? Sebagian besar generasi milenial, seminimal-minimalnya pasti punya whatsapp atau LINE, supaya komunikasi tetap lancar dimanapun dan kapanpun. Hal ini sama sekali nggak salah, karena hampir semua media sosial itu diciptakan memiliki tujuan yang sama , yaitu mempermudah komunikasi tanpa batasan jarak dan waktu. Jadi, setiap orang bisa tetap mengetahui kabar saudara, sahabat, teman dekat, keluarga, meskipun belum bisa bertatap muka langsung. Dan ternyata, masyarakat Indonesia cukup responsif terhadap perkembangan media sosial dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, bahkan berdasarkan hasil penelitian Wearesosial Hootsuite yang dirilis Januari 2019 pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari jumlah total masyarakat Indonesia. Wow, banyak juga yaaa. 

Selain itu, alasan lain yang dapat menyebabkan media sosial "digandrungi" oleh masyarakat Indonesia adalah karena media sosial juga dapat menjadi wadah yang bisa mendekatkan seorang public figure dengan para penggemarnya lewat postingan foto, status, dan fitur komentar yang tersedia. Nah, ini dia salah satu yang menjadi titik awal penyalahgunaan media sosial, dimana setiap orang dapat dengan mudahnya memberi komentar di laman media sosial seorang public figure, terutama dalam memberikan komentar negatif. Saking bebas dan mudahnya teknis berkomentar negatif di media sosial munculah istilah "netizen maha benar" di kalangan masyarakat pengguna internet di Indonesia. Dan menurut gue pribadi, fenomena ini sudah sangat mengkhawatirkan karena bisa merusak mentalitas diri seseorang. Bisa kita cek satu per satu akun-akun yang meninggalkan komentar negatif di postingan media sosial seseorang, baik itu public figure, influencer, dan lainnya, mayoritas akun yang digunakan adalah akun-akun palsu alias fake account.
Lalu bahayanya apa? Tentu bisa berdampak pada pemilik akun palsu tersebut, mulai dari hilangnya kepercayaan diri karena hanya berani jika menggunakan akun palsu, terkikisnya rasa empati, 
dan juga bisa memengaruhi perilaku berkomentar netizen lainnnya untuk ikut berkomentar negatif.

Bukan hanya itu saja, media sosial jika tidak digunakan dengan benar, juga lambat laun bisa menjadi ajang aktualisasi diri semata, atau lebih jauh lagi, hanya dijadikan sarana untuk pamer dan berlomba-lomba menjadi orang yang terhebat. Dampak negatifnya, semua orang jadi terpacu untuk terlihat sempurna di media sosial karena melihat postingan-postingan akun lain yang dianggap hebat dan keren. Jika tindakan tersebut diiringi dengan pengembangan diri yang optimal di dunia nyata, tentu tidak akan menjadi masalah serius. Namun, menjadi hal yang kurang baik jika segala jenis citra positif yang dibangun hanya untuk ditampilkan di media sosial saja, agar tidak dianggap ketinggalan zaman atau untuk mendapat "pengakuan" dari netizen lainnnya.

Jadi, sebenarnya kita gaperlu merasa minder atau rendah diri kalau ngeliat postingan-postingan orang lain yang memperlihatkan sisi bahagia kehidupannya. Ya, namanya juga media, pasti orang akan lebih berfokus untuk membagikan hal-hal "indah" untuk menjaga citranya. Ini manusiawi kok. Simpelnya, foto yang akan kita posting aja pasti bakal kita pilih dan  edit dulu supaya kekurangan kita di foto itu bisa diminimalisir. Tapi yang bahaya adalah kalau kita udah kecanduan media sosial dan itu bisa berdampak buruk pada kesehatan kita, baik mental maupun fisik. Menurut sebuah survei pada tahun 2017 oleh Royal Society for Public Health, warga Inggris berusia 14-24 percaya bahwa Facebook, Instagram, Snapchat dan Twitter memiliki efek buruk pada kesejahteraan mereka, karena media sosial dapat membuat seseorang gelisah, tidak fokus, dan kelelahan jika terlalu lama memainkannya.

Maka dari itu, mulai dari sekarang, mari kita menggunakan media sosial untuk membagikan konten maupun postingan positif agar bisa saling mendukung dan memotivasi antar netizen. 
Yuk, berhenti membagikan hal-hal bersifat toxic di media sosial, jika kita tahu bahwa informasi tersebut tidak pantas di posting, cukup sampai di kita saja dan jangan bagikan lagi ke orang lain, 
karena kita tidak akan pernah tahu sejauh mana informasi ini akan memengaruhi kehidupan orang tersebut. Lalu, mulai kurangi waktu yang biasa kita gunakan untuk media sosial. Atur proporsi waktumu untuk sungguh-sungguh berpartisipasi dalam kegiatan yang disukai, karena kehidupan sosialmu lebih penting dibandingkan eksistensimu di dunia maya.
Dan yang terakhir, bijaklah dalam membaca atau menyaksikan konten postingan. Jangan mudah terpengaruh, tetap yakinkan dirimu untuk tetap berada di jalur yang semestinya.

Sumber:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/02/08/berapa-pengguna-media-sosial-indonesia
https://www.economist.com/graphic-detail/2018/05/18/how-heavy-use-of-social-media-is-linked-to-mental-illness

Comments

Popular posts from this blog

First Timer in: #Jogja

We Meet Each Other By A Reason

Apakah negatif = buruk (?)