#MentalBreakdownSharing : Body Shaming and Its Lifelong Effects


Banyak orang di dunia ini yang berharap bisa punya wajah cantik/ganteng, berat badan ideal, dan keseluruhan bentuk tubuh yang sempurna. Hal ini bukan sesuatu yang salah. Yah ,namanya berharap dan bermimpi kan sah-sah aja. Tapi, yang jadi masalah adalah ketika kita mulai terobsesi untuk memiliki segala kesempurnaan tersebut dan menganggap penampilan fisik ideal merupakan bagian terpenting dalam hidup ini. Kalau diusut lebih dalam, sebenarnya ada beberapa hal yang melatarbelakangi munculnya obsesi untuk memiliki bentuk tubuh sempurna tanpa kekurangan sedikitpun, salah satunya adalah stereotype yang berkembang di masyarakat, yang seolah-olah membentuk stigma "your physical appearance will determine how society treat you". Atau yang lebih ekstrem lagi muncul pandangan-pandangan "big is not beautiful", atau "black skin is ugly". 

Sadar ataupun tidak, dari dulu kita sudah "dikurung" dengan berbagai lingkaran stereotype yang dapat menggiring pola pikir dan opini kita sendiri. Gak heran, kalau semakin berkembangnya teknologi, semakin berkembangnya media sosial dan segala fitur kecanggihannya, muncul suatu isu serius, yakni "body shaming". Body shaming adalah berbagai komentar negatif yang seputar penampilan fisik seseorang mulai dari tinggi dan berat badan, warna kulit, bentuk rambut, dan kondisi fisik tubuh lainnya (Prameswari dan Tohir, 2018). Fenomena ini terus berkembang karena masih banyak orang-orang yang menganggap body shaming itu bukan sesuatu yang serius, atau hanya bermaksud untuk bercanda. 

Tapi terlepas dari maksud bercanda atau sekedar ikut-ikutan, body shaming terhadap seseorang itu adalah sesuatu yang sebenarnya -menurut gue pribadi- sangat tidak sopan dan tidak pantas untuk dilontarkan di depan umum, maupun secara pribadi. Kecuali, kalo orang tersebut sudah sangat deket sama kalian dan dipastikan dia nggak bakal tersinggung dengan apa yang kalian ucapkan tentang tubuhnya. Lantas, kenapa gue bisa bilang body shaming adalah sesuatu yang enggak sopan? Karena sebagai manusia, sejatinya kita semua adalah ciptaan Tuhan yang tidak berhak untuk mengomentari kondisi fisik dari manusia lainnya yang juga merupakan ciptaan Tuhan. Kasarnya sih kayak "lo siapa? punya hak apa?"

Memang kedengarannya klise, tapi yang kita tahu pasti, Tuhan ga pernah salah dalam menciptakan ciptaan-nya. Dan di dunia ini gaada yang sempurna, termasuk penampilan dan kondisi fisik. Jadi jangan menuntut kesempurnaan itu dari orang lain, okay? Selain itu, body shaming merupakan sesuatu yang bisa menimbulkan efek berkepanjangan kepada si "korban". Body shaming sangat berpotensi membuat korbannya merasa minder, rendah diri, enggak bersyukur, trauma, bahkan di tingkat ekstrem dapat menyebabkan kecanduan operasi plastik dan keinginan untuk bunuh diri. Dalam sebuah penelitian pada 2.436 orang, obesitas berat dikaitkan dengan risiko perilaku bunuh diri 21 kali lebih besar dan risiko percobaan bunuh diri 12 kali lebih besar. Dr Sameer Karkhanis dari Mumbai juga menyatakan bahwa kecenderungan remaja untuk operasi plastik meningkat sebanyak 30% disebabkan bullying dan body shaming yang diterima remaja tersebut.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan dampak besar dari body shaming. Dorongan untuk bunuh diri maupun melakukan operasi plastik secara terus menerus merupakan salah satu dari rasa rendah diri yang semakin menguat dengan adanya berbagai komentar negatif tentang tubuh seseorang. Rasa rendah diri yang semakin mendalam bisa memengaruhi kondisi mental seseorang sehingga menimbulkan trauma berkepanjangan dan menciptakan jiwa anti sosial. Kita harus memahami konsep dimana tidak ada satu orang pun yang menginginkan kondisi fisik yang buruk. Namun, banyak hal yang bisa membuat kondisi fisik seseorang menjadi tidak sempurna. Seperti tubuh yang menggemuk karena pasca melahirkan atau pengaruh obat, tubuh kurus karena kondisi perekonomian yang sulit atau sedang sakit parah, tubuh pendek karena kelainan, dan lain sebagainya. Daripada ikut-ikutan memberi komentar negatif, akan lebih berguna jika kita dapat menyemangati dan menjadi partner yang baik untuk para korban body shaming tersebut. 

Wajar memang kalo secara enggak sadar kita sering mengomentari penampilan fisik orang lain, sering kali itu terjadi secara spontan, tanpa bermaksud menjelekkan atau menghina. Kalau misalnya ada diantara kalian yang sering kayak gitu, yuk belajar untuk menata setiap omongan maupun komentar yang keluar dari pikiran kita dengan lebih cerdas. Jika kamu belum bisa untuk "mengonversi" komentarmu menjadi komentar yang lebih suportif, tidak masalah kalau kamu belajar untuk diam dan lebih bijak dalam mengeluarkan isi pikiranmu. Dalamnya hati manusia enggak ada yang tahu, kita tidak pernah tau sedalam apa komentar negatif kita dapat memengaruhi kondisi psikologis seseorang. Meskipun kita mengucapkan atau mengetik komentar tersebut tidak memakan waktu lebih dari 2 menit, namun efek yang ditimbulkan dapat bertahun-tahun, bahkan seumur hidup. 



Sumber:

  • Prameswari dan Tohir. 2018. Perancangan Kampanye Cegah Body Shaming Pada Remaja Perempuan. e-Proceeding of Art & Design : Vol.5, No.3 Desember 2018. Page 1796
  • Wagner B, Klinitzke G, Brähler E, and Kersting A. 2013. Extreme obesity is associated with suicidal behavior and suicide attempts in adults: results of a population-based representative sample.Depress Anxiety. 2013 Oct;30(10):975-81. doi: 10.1002/da.22105. Epub 2013 Apr 10.
  • https://www.outlookindia.com/magazine/story/obsessed-with-selfies-and-afraid-of-body-shaming-teenagers-are-turning-to-cosmet/300663

Comments

Popular posts from this blog

First Timer in: #Jogja

We Meet Each Other By A Reason

Apakah negatif = buruk (?)